Rabu, 16 September 2015

Ternyata Populasi Laut Mamalia dan Reptil Menurun Loh!


Populasi biota laut ternyata sudah menurun 49% sejak tahun 1970.

Ada yang megatakan bahwa beberapa spesies yang dijadikan orang untuk makanan bahkan berkurang lebih drastis yakni adanya penurunan populasi sebersar 74% untuk ikan tuna dan ikan kembung.

Selain adanya aktivitas manusia untuk menangkap ikan yang terlalu berlebihan, tentunya ada laporan yang mengatakan bahwa perubahan iklim juga memiliki dampak yang besar.

Laporan ini disusun oleh World Wildlife Fund dan Zoological Society of London.

"Aktivitas manusia telah merusak laut dengan parah karena penangkapan ikan lebih cepat daripada ikan baru yang diproduksi, sementara aktivitas tersebut juga menghancurkan pembibitan mereka," kata Marco Lambertini, kepala WWF International.





Teripang adalah makanan yang mewah di benua Asia




Laporan itu mengatakan bahwa teripang, yang dipandang sebagai makanan mewah mewah, sekarang jumlahnya sudah menurun signifikan, dengan penurunan sebesar 98% di Galapagos dan di Laut Merah 94% selama beberapa tahun ini.

Perubahan iklim juga memiliki dalam penurunan keseluruhan populasi biota laut.

Laporan itu mengatakan bahwa Karbon Dioksida yang diserap ke dalam lautan, telah membuat mereka (makhluk Laut) menjadi lebih asam, dan merusak sejumlah spesies lain.

Para penulis menganalisa lebih dari 1.200 spesies hewan laut dalam 45 tahun terakhir.

Source : www.Detik.com

Jumat, 11 September 2015

Sepak Terjang Anton Lucanus Sang Ilmuwan Australia untuk Sains Indonesia


Jakarta - Meski sempat menjadi figuran di film biopik Tjokroaminoto dan beberapa kali ditawari main film, perhatian utama Anton Lucanus (21) tetaplah pada bidang riset. Saking perhatiannya dia mendirikan situswww.neliti.com. Situs ini bertujuan untuk menjadi data base hasil riset para ilmuwan Indonesia yang bisa diakses gratis.  
 
"Aku kerja sebagai scientist di Jakarta dan selalu coba cari informasi penyakit tertentu di Indonesia. Dan ternyata informasi itu sangat susah ditemukan, kebanyakan informasi itu ternyata ada di kampus, di badan kesehatan. Di internet sangat susah ditemukan, aku cuma bikin sendiri, www.neliti.com, supaya bisa dapat semua informasi data penelitian di satu situs begitu,"   
 
Situs ini didirikannya pada April 2015 bersama dengan beberapa koleganya, dengan 2 editor, termasuk dirinya. Hingga kini ada 150 orang master yang meng-upload risetnya di neliti.com.  
 
"Kami akan terus menyempurnakan situs ini sampai menjadi situs besar. Kami ingin ini menjadi situs untuk peneliti agar bisa berjejaring dengan peneliti lain di universitas di Indonesia," tutur pria yang meneliti soal virus demam berdarah dengue dan chikungunya di Lembaga Eijkman, Indonesia ini. 
 
Ilmuwan bisa meng-upload dan men-download hasil riset dengan gratis di sini. Tak ada biaya dikenakan.  
 
"Mengupload dan meng-download gratis. Tujuannya memperbaiki sektor riset di Indonesia, tidak mau charge. Saya tahu kendala riset di sini adalah dana. Peneliti di Indonesia dana dan gajinya rendah," tuturnya. 
 
Namun, bila hasil riset itu hendak diajukan ke jurnal ilmiah internasional, maka ada biaya jasa mulai konsultasi hingga penerjemahan.  
 
"Tapi iya, penerjemahan ada biaya. Servis ini bukan hanya penerjemahan. Kami membantu para peneliti Indonesia menerbitkan makalah mereka di jurnal international yang terkenal," jelas dia.  
 
Sejauh ini, papar dia, ada 2 kelemahan utama dari hasil riset ilmiah ilmuwan Indonesia, yakni kualitas dan bahasa.  
 
"Banyak orang pintar, metodenya baik, hasilnya baik tapi nggak tahu cara menulis makalah ilmiah yang baik. Kemudian masalah bahasa, kalau jurnal ilmiah dalam bahasa Indonesia, tidak dibaca oleh scientist luar negeri. Satu masalah lagi, jurnal ilmiah Indonesia tidak terindeks di data base besar riset dunia," jelasnya.  
 
Dalam mengelola situs itu, Anton juga menjadi editor, dibantu editor lain hanya sanggup meng-upload satu makalah ilmiah per hari. Pasalnya, karya ilmiah juga perlu diteliti kualitas dan orisinalitasnya untuk mencegah karya plagiat.  
 
"Pertama, kami memastikan sumber yang baik. Kalau jurnal jalur internasional, ya pasti tidak plagiat. Kalau tak dalam jalur internasional tidak kami upload dulu. Sebelum kita menerbitkan, kami cek semua sumber untuk mencegah plagiat," tuturnya. 
 
Selain menjadi pusat data base karya ilmiah, situs neliti.com juga menyediakan informasi beasiswa dan informasi kerja.  
 
"Aku hanya mau membantu mau pakai kemampuanku membantu negara Indonesia," jelas dia. 

Source : www.Detik.com

Kamis, 10 September 2015

Nitya, Pianis Muda Surabaya yang Ingin Sebarkan 'Virus' Musik Klasik


Surabaya - Tak banyak musisi muda yang tertarik genre klasik. Nitya Primantari (24), pianis asal Surabaya, berbeda. Dengan genre itu ia mampu meraih juara pertama di 'Ile de France' kompetisi piano internasional 2014 lalu.

Cerita putri sulung dari tiga bersaudara pasangan Sutoto Jacobus dan Lusyana Setijani itu lumayan panjang. Sebelum berkarier, Nitya memulai mengasah bakatnya dengan mengikuti kursus piano, balet hingga biola. Namun pilihan gadis kelahiran 2 Oktober 1991 ini jatuh ke piano. Bakatnya mulai terlihat sejak 6 tahun dan berhasil memenangkan berbagai kompetisi nasional.

Usai lulus SMA, Nitya melanjutkan pendidikan di Yong Siew Toh University di Singapura dengan beasiswa penuh. "Saya hanya setahun di Singapura, pindah ke Ecole Normale de Musique de Paris untuk memperdalam aliran musik klasik,"


Selama studi di Paris, Nitya banyak mengikuti berbagai kompetisi piano internasional. Tawaran untuk bergabung dalam program musim panas dari sekolah musik, salah satunya International Keyboard Institute and Festival di New York, pun datang.

"Paling berkesan yang di Paris. Tapi prestasi internasional pertama saat berumur 19 tahun," ujar Nitya yang akan menggelar konser tunggalnya dengan berkolaborasi dua musis jazz, Benny Chen dan Kevin Pieter, hari ini.

Dalam konser tunggalnya di Surabaya, Nitya tidak hanya ingin menunjukkan kepiawaian bermain pianonya tapi juga ingin menyebarkan virus musik klasik.

"Selain ingin mengenalkan lagi dunia musik klasik khususnya pada generasi muda. Saya juga akan berbagi ilmu," imbuhnya.

Ia juga meyakinkan jika dalam konser tunggal pertama di Surabaya akan berimprovisasi saat bermain sehingga berbeda dengan konser musik klasik lainnya. "Kan kolaborasinya dengan musisi jazz. Dimana musik jazz bermainnya tidak pakem, lebih banyak improvisasi," pungkas Nitya.


Source : Detik.com